16 Januari 2017

Seorang pasien dari Dr Benjamin Chuah berbagi cerita tentang perjalanannya melawan kanker usus besar selama kehamilannya.

https://www.straitstimes.com/singapore/health/expectant-mum-finds-out-she-has-colon-cancer

Seorang Ibu yang sedang hamil mengetahui bahwa dia menderita kanker usus besar

Pada bulan Mei tahun lalu, saat hamil 17 minggu, Ibu Jen Wang berjuang melawan kanker usus besar, sambil mengkhawatirkan tentang keselamatan diri dan bayinya.

DITERBITKAN JAN 16, 2017, 5:00 AM SGT

Dia memilih kemoterapi meski pun berisiko. Bayi lahir tetap sehat dan dia juga sehat

Koresponden Sosial

Tidak lama setelah Tahun Baru Imlek tahun lalu, Ms. Jen Wang, 33, hamil dengan anak keduanya, dan baru saja pindah ke flat Build-To-Order HDB barunya di MacPherson bersama keluarganya.

Hidup sepertinya baik.

Namun, beberapa bulan kemudian, dia menemukan dirinya menderita kanker stadium 4 – langka untuk wanita hamil, tidak hanya di Singapura tetapi juga di negara lain.

Pada bulan Mei tahun lalu, saat hamil 17 minggu, dia berjuang melawan kanker usus besar, sambil mengkhawatirkan diri dan bayinya.

Dia juga memikirkan masa depan putra dan suaminya jika tanpa dirinya, dan mengalami dilema dalam membuat keputusan tentang perawatannya.

Dr Benjamin Chuah, seorang ahli onkologi dari Mount Elizabeth Novena Medical Centre, tidak berbasa-basi mendengar kata-katanya ketika dia berbicara kepadanya.

Kisah Terkait

Kanker selama kehamilan langka di Singapura

“Anda punya tiga pilihan. Setiap pilihan adalah secangkir racun dan Anda harus memilih satu,” katanya.

Pilihan pertama adalah melakukan “operasi radikal” untuk mengambil tumornya, tetapi ibu dan bayinya bisa meninggal.

Pilihan kedua adalah menjalani kemoterapi, tetapi ada kemungkinan kanker tidak merespon.

Obat-obatan itu juga beracun bagi tubuh, dan terdapat risiko kehilangan bayi yang sedang dikandungnya.

Pilihan terakhir adalah tidak melakukan apapun namun berarti kanker akan tumbuh secara agresif dan bersaing untuk mendapatkan ruang dengan bayi.

Ms Wang mengalami dilema. Haruskah seorang wanita hamil yang didiagnosa mengidap kanker memulai perawatan sebelum anaknya lahir? Beberapa penelitian menunjukkan sebagian besar obat kemoterapi dapat sampai ke bayi melalui plasenta.

Dia berdoa dan membuat keputusan. “Saya memutuskan untuk memulai kemoterapi segera tanpa terlalu banyak berpikir,” kata Wang, yang putranya saat itu berusia dua tahun.

Sebelum ini, dia memutuskan untuk tetap meneruskan kehamilannya, meskipun ada desakan kekhawatiran dari anggota keluarganya untuk melakukan aborsi, agar dia bisa fokus untuk berjuang untuk hidupnya sendiri.

Dia dan suaminya, pengacara hukum Jeremy Goh, 35, telah menikah selama empat tahun.

Kata Mr Goh: “Saya mempertimbangkan aborsi karena hidup istri saya ada dalam bahaya dan dokter mengatakan pilihan perawatan bisa terbatas karena bayi yang dikandungnya. Kami berbicara tentang hal tersebut dan saya memutuskan untuk mendukung keputusannya.

“Saya mempersiapkan diri secara mental untuk merawat anak-anak jika sesuatu terjadi padanya, bahkan jika bayi itu lahir cacat.”

Saat itu, Ms. Wang sudah 21 minggu hamil. Kanker telah menyebar ke daerah dekat ginjal kanannya dan menekan arteri iliaka umum – arteri besar yang juga memasok darah ke rahimnya.

Menurut dokter, orang yang menderita kanker usus besar stadium 4 memiliki jangka waktu rata-rata dua tahun untuk hidup. Bagi Wang, prognosisnya lebih buruk karena dia hamil.

Kehamilan menurunkan kekebalan seseorang dan dapat menunda pengobatan.

Dia memulai putaran kemoterapi pertamanya Juni lalu, ketika dia hamil 21 minggu.

Setiap dua minggu, dia akan menjalani siklus kemoterapi tiga hari. Selain menderita mual dan kelelahan yang parah, dia sangat kesakitan kadang-kadang sampai lupa untuk bernapas, dan mengalami hiperventilasi.

Setelah siklus keempat kemoterapi, ketika dia hamil 27 minggu, dokter memutuskan untuk menghentikan pengobatan dan menunggu. Lima minggu kemudian, kadar hemoglobinnya menurun dan dia mengalami demam.

Minggu itu, operasi caesar dilakukan untuk mengeluarkan bayi itu.

Kata Ms Wang: “Bayi saya sempurna. Dia memiliki banyak rambut, lebih dari kakaknya, meskipun saya telah menjalani kemoterapi dan kehilangan rambut saya.

“Aku bertanya apakah bayinya baik-baik saja dan mereka bilang dia baik-baik saja, dan semua orang tertawa.”

Ms Wang dan bayi prematurnya kemudian dipisahkan.

Bayi perempuan itu, yang disebut Jill, dikirim ke unit perawatan intensif dan Wang meneruskan kemoterapi dua minggu setelah persalinan. Dia juga mulai menjalani imunoterapi, suatu bentuk pengobatan baru yang sedang menjalani uji klinis pada saat itu.

Tapi tidak lama kemudian, terjadi lebih banyak masalah.

Dua minggu kemudian, usus besar Wang pecah dan dokter memberitahu anggota keluarganya untuk bergegas ke pusat medis – terdapat kasus dimana pasien meninggal karena kolon yang pecah.

Namun operasi darurat adalah titik balik.

“Operasi itu adalah suatu keajaiban. Dokter tidak hanya berhasil mengambil sekitar 50 cm dari usus besar saya, tetapi mereka juga mengangkat bagian-bagian dari tumor di sekitar ginjal,” kata Ms Wang, yang dulunya seorang eksekutif Singapore Cancer Society (SCS) .

Bulan lalu, dia menjalani pemindaian namun tidak terdapat bukti adanya kanker.

Tingkat kekambuhan untuk kanker adalah sekitar 70 persen.

Untuk saat ini, Ms Wang dan keluarganya merayakannya.

Bayi berusia empat bulan sekarang, dan sehat. Ms Wang mengatakan dia berharap untuk terus berjuang untuk anak-anaknya.

“Menghadapi kematian telah menunjukkan kepada saya bagaimana cara untuk hidup. Saya dulu adalah pemalu, tetapi sekarang, saya tidak akan menunggu untuk memberi tahu orang-orang yang saya cintai bagaimana perasaan saya tentang mereka,” kata Wang.

Dia menambahkan bahwa dia berharap untuk terus bekerja atau menjadi sukarelawan dengan SCS.

Ms Wang akan berada di antara mereka yang mengambil bagian dalam penggalangan dana SCS yang disebut Relay for Life di Stadium Bukit Gombak bulan depan.

Peserta akan berjalan atau berlari bersama untuk menyampaikan pesan bahwa pasien kanker tidak perlu melalui penyakit itu seorang diri.

Acara ini bertujuan untuk menunjukkan solidaritas dengan penderita kanker dan menghormati mereka dan pengasuh mereka, sambil mengumpulkan dana dan meningkatkan kesadaran.

Kata Ms Wang: “Saya ingin berbagi cerita saya dengan orang lain, tentang bagaimana perjuangan saya memperkuatkan keyakinan saya.”